Uskup Bernardus Bofitwos Baru Tiba Bersama Delegasi Maybrat, Dianugerahi Tari Wuon

Timika, Papua Tengah – Momen kultural dan spiritual yang kuat terjadi di Timika saat Uskup Bernardus Bofitwos Baru, O.S.A, tiba di Katedral Tiga Raja didampingi oleh perwakilan masyarakat Maybrat dari Papua Barat. Uskup yang ditahbiskan pada 14 Mei 2025 itu disambut dengan Wuon, tarian adat sakral masyarakat Maybrat yang melambangkan kehormatan, persatuan, dan berkat leluhur.
Sebagai gestur simbolis persatuan budaya dan gerejawi, warga masyarakat Maybrat secara resmi mempercayakan Uskup Bernardus—yang memiliki akar keluarga yang kuat di Maybrat—ke Gereja Katolik. Penyerahan ini disaksikan dan diterima dengan penuh rasa hormat oleh Nuncio Apostolik untuk Indonesia dan ASEAN, Uskup Agung Piero Pioppo, yang hadir dalam upacara pentahbisan tersebut.
Tarian Wuon, yang dibawakan dengan nyanyian berirama dan pakaian adat, mengiringi uskup dan kerabatnya saat memasuki halaman gereja. Adegan tersebut menyoroti pertemuan langka dan bermakna antara warisan adat dan liturgi Katolik.
“Ini bukan hanya perayaan spiritual, tetapi juga momen penegasan budaya,” kata salah seorang tetua Maybrat. “Kami menyerahkan putra kami, Uskup Bernardus, untuk melayani Gereja—tetapi kami menyerahkannya dengan identitas kami, doa kami, dan kepercayaan kami.”
Uskup Bernardus Bofitwos Baru, anggota Ordo Santo Agustinus (O.S.A), memiliki hubungan leluhur dengan orang Maybrat melalui keluarga besarnya. Perjalanannya menuju kepemimpinan episkopal menandai momen bersejarah, karena ia adalah salah satu dari sedikit uskup keturunan Papua yang melayani dalam hierarki Katolik Indonesia.
Uskup Agung Piero Pioppo, yang mewakili Vatikan, mengungkapkan kekagumannya atas dimensi budaya yang kaya dari upacara tersebut dan menyambut uskup sebagai jembatan antara masyarakat dan iman.
“Saat ini, Gereja di Papua menjadi lebih kuat—tidak hanya melalui iman, tetapi melalui budaya dan komunitas,” kata nuncio dalam sambutan singkatnya saat penyambutan.
Perayaan dilanjutkan dengan Misa Tahbisan, yang dihadiri oleh para uskup, pastor, suster religius, dan ribuan umat Katolik awam dari berbagai daerah di Papua dan Indonesia. Meskipun tempat duduk di dalam katedral terbatas, semangat momen tersebut jauh melampaui dindingnya—mempersatukan tradisi, iman, dan harapan bagi masa depan Gereja lokal. (PE)