Mahasiswa OAP Mengamuk di Disdik Mimika: Kami Tuntut Hak, Bukan Pengemis

MENGAMUK - Salah seorang mahasiswa mengamuk ke salah satu pegawai di Kantor Dinas Pendidikan Mimika, Rabu (1/10). (FOTO:SCREENSHOOT)
MIMIKA, PE – Puluhan mahasiswa Orang Asli Papua (OAP) dari berbagai kota studi di Indonesia mendatangi Kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Mimika, di Jalan Poros SP5, Rabu (1/10/2025). Mereka menuntut kejelasan terkait penyaluran beasiswa yang dinilai tidak transparan.
Dalam aksi tersebut, mahasiswa kecewa karena tidak mendapat penjelasan yang memadai dari pegawai dinas. Ketegangan pun terjadi, hingga para mahasiswa meminta seluruh pegawai untuk keluar dari kantor. Dalam sebuah video berdurasi 2 menit 22 detik yang beredar di media sosial, terlihat mahasiswa berteriak dan melontarkan protes keras.
“Kami minta tanggung jawab! Ibu kerja apa di sini? Mana orang yang urus beasiswa?” teriak salah satu mahasiswa.
Aksi mahasiswa juga disertai pemalangan pintu kantor dan pengusiran pegawai. Mereka menyatakan bahwa hingga kini belum ada penyaluran beasiswa sesuai janji pemerintah, bahkan sejumlah informasi yang diterima dianggap tidak sesuai dengan kenyataan.
Lemasko Minta Pemerintah Bertanggung Jawab
Menanggapi aksi mahasiswa, Wakil Ketua Lembaga Masyarakat Adat Suku Kamoro (Lemasko), Marianus Maknaipeku, menyatakan keprihatinan atas kinerja Dinas Pendidikan Mimika yang dinilai tidak sensitif terhadap kebutuhan pendidikan anak-anak asli Papua.
“Beasiswa itu hak. Mahasiswa datang bukan untuk mengemis. Mereka datang menuntut apa yang menjadi hak mereka,” kata Marianus saat menghubungi Timika eXpress via ponselnya, Rabu (1/10) malam.
Ia menegaskan bahwa penanganan beasiswa seharusnya dilakukan secara transparan, tepat waktu, dan oleh pegawai yang benar-benar peduli terhadap masa depan anak-anak Amungme, Kamoro, serta lima suku kekerabatan lainnya.
Marianus yang juga mantan anggota DPRD Mimika itu menyebut bahwa peristiwa ini menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Bupati Mimika Johannes Rettob dan Wakil Bupati Emanuel Kemong, khususnya dalam kaderisasi putra-putri asli Papua untuk memimpin dan melayani di daerahnya sendiri.
“Dinas Pendidikan seharusnya dipimpin dan diisi oleh OAP yang tahu situasi dan kebutuhan masyarakatnya. Jangan lagi orang luar yang duduk di kursi strategis, sementara anak-anak Amor hanya jadi penonton,” tegasnya.
Prioritaskan OAP
Marianus juga mendesak agar ke depan, penerimaan CPNS, PPPK, dan tenaga honorer harus memprioritaskan OAP.
Ia meminta Lemasko dan Lemasa dilibatkan dalam proses perekrutan.
“Sudah waktunya kita ubah sistem. Jangan terulang lagi anak-anak kita menangis karena diabaikan di tanah sendiri,” ujarnya.
Ia juga menyanggah pernyataan Kepala Dinas Pendidikan Mimika yang menyebut bahwa dana beasiswa telah disalurkan masing-masing Rp20 juta untuk Amungme dan Kamoro, serta Rp14 juta untuk lima suku kerabat.
“Faktanya tidak seperti itu. Yang diterima hanya Rp10 juta untuk Amungme dan Kamoro, dan Rp7 juta untuk lima suku kekerabatan. Ini tidak sesuai dengan yang disampaikan,” bebernya.
Marianus menyerukan kepada Pemerintah Provinsi Papua Tengah, DPRK Mimika, DPR Papua, dan MRP, agar segera membuat regulasi yang melindungi hak pendidikan dan rekrutmen kerja bagi OAP.
“Hari ini sudah 95 persen posisi strategis dikuasai orang luar. Kita kecolongan. Jangan biarkan ini terus terjadi,” tutupnya.